MAKALAH PERMASALAHAN BELAJAR SISWA BERDASARKAN PENERAPAN TEORI BELAJAR

PERMASALAHAN BELAJAR SISWA BERDASARKAN PENERAPAN TEORI BELAJAR

MAKALAH

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Belajar dan Pembelajaran

Dosen Pengampu :

Prof. Dr. Parno, M.Si


 Oleh :

Kelompok 1 - Offering C12

Bertha Choirulia (210351626814)

Fa’iza Aulia Pradanti (210351626802)

Husnun Nur Hanifah (210351626811)

Salsabila Rofifah (210351626866)

Yussy Cahyatia (210351626844)

 

 



UNIVERSITAS NEGERI MALANG

DESEMBER  2022





BAB I

UARAIAN MATERI



  1. Pengertian Belajar

Secara umum, pengertian dari belajar adalah suatu proses internal yang memungkinkan kita untuk merubah keterampilan, pemahaman dan pengetahuan kita. Belajar adalah proses dimana seseorang membelajarkan keterampilan, pemahaman, dan pengetahuan baru. Proses ini mencakup menyerap informasi baru, menghubungkan informasi tersebut dengan pengalaman dan pengetahuan sebelumnya, memperbarui atau menciptakan hubungan antar informasi, serta memodifikasi perilaku, pemikiran, dan emosi. Belajar bisa berlangsung di sekolah, di rumah, di tempat kerja, atau di lingkungan lainnya dan dapat terjadi melalui kurikulum berbasis atau non-kurikulum. Menurut beberapa ahli, definisi belajar berbagai macam yaitu sebagai berikut : 

Menurut John Dewey, "belajar adalah proses aktif menyusun pengalaman, termasuk menyimpan informasi yang diperoleh dari luar dan membuat hubungan baru dengan pengalaman yang sudah ada." 

Menurut Jean Piaget, belajar adalah proses akumulasi pengetahuan melalui pengalaman dan interaksi dengan dunia sekitar. 

Menurut Albert Bandura, belajar adalah proses memodifikasi perilaku berdasarkan pengalaman dan interaksi dengan lingkungan sosial. 

Menurut B.F. Skinner, belajar adalah proses memodifikasi tingkah laku melalui pengulangan dan pengalaman.

Menurut Ernest R. Hilgard belajar didefinisikan sebagai proses perbuatan atau tingkah laku yang dilakukan secara sengaja sehingga memunculkan perbuatan atau tingkah laku baru. Sifat dari perubahan perbuatan atau tingkah laku ini permanen, yang artinya berlaku untuk selamanya dan tidak hanya sesaat.

Menurut Moh. Surya belajar merupakan sebuah proses usaha seorang individu untuk mendapatkan sebuah perubahan perbuatan/tingkah laku secara keseluruhan, sebagai hasil dari pengalaman individu tersebut dalam berinteraksi dengan lingkungan

Menurut W. S. Winkel yang ditulis dalam bukunya Psikologi Pengajaran mendefinisikan belajar sebagai suatu aktivitas mental atau psikis yang terjadi dalam interaksi aktif dengan pengetahuan, pemahaman, keterampilan dan nilai-nilai sikap.

Dari beberapa pernyataan menurut para ahli dalam mendefinisikan belajar, dapat ditarik kesimpulan bahwa belajar tidak hanya sebatas aktivitas seperti membaca, mendengarkan, menulis, mengerjakan tugas dan ujian saja, namun adanya perubahan perbuatan atau tingkah laku dari hasil kegiatan proses belajar, dimana selama proses belajar tersebut terdapat interaksi aktif dengan lingkungan yang sifatnya permanen. (Q.V. 1905)


  1. Pengertian Pembelajaran

Hakikat dari pembelajaran adalah suatu proses dalam mengatur, mengorganisasi lingkungan yang berada di sekitar peserta didik sehingga hal tersebut dapat mendorong peserta didik dalam melakukan proses belajar. Pembelajaran juga dikatakan sebagai proses memberikan bimbingan atau bantuan kepada peserta didik dalam melakukan proses belajar (Aprida dan Dasopang, 2017). Proses belajar yang dimaksudkan ini merupakan proses yang menggunakan metode, teknik, dan strategi yang terstruktur untuk membantu seseorang mempelajari konsep, keterampilan, dan informasi baru. Pembelajaran dapat terjadi secara formal melalui kegiatan belajar di sekolah, atau tidak formal melalui percakapan, pengalaman dan observasi. Pembelajaran juga dapat berupa proses internal di mana seorang individu memahami informasi baru dan memodifikasi perilakunya sesuai dengan informasi tersebut. 

Pembelajaran juga dapat didefinisikan sebagi bantuan yang diberikan pendidik atau guru agar dapat terjadi proses perolehan informasi berupa ilmu pengetahuan, penguasaan kemahiran atau kebiasaan, serta pembentukan sikap dan kepercayaan diri pada peserta didik. Dengan kata lain, pembelajaran merupakan suatu proses yang digunakan untuk membantu peserta didik agar dapat belajar dengan baik.


  1. Macam-Macam Gaya Belajar

Gaya belajar merupakan sebuah keunikan yang dimiliki oleh setiap siswa dalam menanggapi pembelajaran yang diterimanya. Gaya belajar adalah cara atau kaidah yang dilakukan siswa dalam menangkap stimulus atau informasi, cara mengingat, berpikir, dan memecahkan soal yang dilakukan secara konsisten. Gaya belajar dapat diklasifikasikan menjadi tiga macam, yaitu gaya belajar visual, auditori, dan kinestetik (Wilujeng dan  Sudihartinih, 2021).

  1. Gaya belajar visual

Bagi siswa yang bergaya belajar visual, yang memegang peranan penting adalah mata/ penglihatan (visual). Metode pengajaran yang guru gunakan akan lebih baik jika lebih banyak atau dititikberatkan pada media, guru perlu mengajak siswa ke obyek-obyek yang berkaitan dengan pelajaran tersebut, atau dengan memperlihatkan alat yang menjadi peraga dalam pelajaran dengan langsung pada siswa atau menggambarkannya di papan tulis. Seseorang yang memiliki gaya belajar secara visual harus melihat bahasa tubuh dan ekspresi muka dari guru untuk bisa mengerti materi yang guru ajarkan. Anak yang memiliki gaya belajar visual akan cenderung untuk memilih bangku yang berada di depan agar dapat melihat dengan jelas. Gambar-gambar akan mudah ditangkap oleh otak anak dan belajar lebih cepat dengan menggunakan tampilan-tampilan visual seperti diagram, buku pelajaran bergambar, dan video.

Ciri-ciri modalitas belajar visual 

  • Ingat apa yang mereka baca daripada apa yang mereka dengar.

  • Lebih suka membaca cerita daripada mendengarkannya.

  • Belajar dari melihat hal-hal yang tertulis di papan tulis.

  • Gunakan diagram dan bagan untuk memahami ide dan konsep.

  • Buat catatan selama kelas atau saat mendengarkan presentasi.

  1. Gaya belajar auditori

Siswa yang bertipe auditori mengandalkan kesuksesan belajarnya melalui telinga (alat pendengarannya). Pembelajaran auditori adalah gaya belajar di mana seorang individu belajar lebih efisien melalui mendengar dan menyimak. Pelajar auditori mengingat informasi lebih baik ketika disampaikan melalui suara atau ucapan daripada bentuk tertulis. Jenis pembelajaran ini adalah salah satu dari empat gaya belajar berbeda yang dikenali oleh model pembelajaran VARK. Seseorang yang merupakan pembelajar auditori mengandalkan berbicara dan mendengarkan sebagai cara belajar utama mereka. 

Banyak pembelajar auditori mungkin mengalami tantangan ketika mereka menerima instruksi atau informasi dalam bentuk tertulis tetapi dapat memahaminya dengan jelas ketika informasi tersebut bersifat auditori. Individu yang pembelajar auditori biasanya unggul dalam posisi profesional yang secara teratur menggabungkan diskusi dan memerlukan mendengarkan secara aktif

Ciri-ciri modalitas belajar auditori 

  • Kemampuan untuk mengingat kembali informasi yang diucapkan

  • Memiliki keterampilan berbicara dan mendengarkan yang kuat

  • Memiliki nilai ujian lisan yang luar biasa

  • Berbakat dalam bercerita

  • Mampu menjelaskan ide secara verbal

  • Dengarkan buku audio dan podcast

  • Berpartisipasi dalam kuliah dan diskusi kelompok

  • Menjadi lalai selama bekerja atau belajar dengan tenang

  • Berbicara pada diri sendiri atau kata-kata mulut saat membaca

  • Kesulitan menuliskan informasi secara akurat

  1. Gaya belajar kinestetik

Gaya belajar kinestetik mengharuskan seseorang untuk memanipulasi atau menyentuh materi untuk belajar. Teknik kinestetikl digunakan dalam kombinasi dengan teknik studi visual dan/atau auditori, menghasilkan pembelajaran multi-indera. Gaya belajar kinestetik, siswa belajar paling baik saat diperlihatkan simulasi, presentasi, dan video atau saat bergerak di sekitar lingkungan langsung. Pembelajaran kinestetik menekankan gerakan seluruh tubuh untuk memproses informasi baru, misalnya mondar-mandir sambil menghafal atau menggambar diagram alur dan menggarisbawahi catatan sambil mengetuk kaki. Selain itu, peserta didik ini paling memahami dengan contoh konkret atau kehidupan nyata.

Gaya belajar kinestetik mengacu pada kebutuhan akan gerakan dan contoh situasional yang realistis saat memperoleh informasi. Siswa memperoleh informasi, pembelajaran kinestetik seringkali paling cocok untuk situasi seperti permainan peran, kunjungan lapangan, proyek praktik langsung, dan kompetisi, dengan peserta didik biasanya memiliki memori motorik yang baik dan kemampuan untuk merespon dengan cepat.

Ciri-ciri modalitas belajar kinestetik

  • Banyak bergerak.

  • Lebih suka tidak duduk diam.

  • Banyak bergerak saat belajar.

  • Suka berpartisipasi dalam pembelajaran.

  • Suka melakukan sesuatu daripada membaca tentangnya.

  • Tidak suka membaca.

  • Jangan mengeja dengan baik.

  • Menikmati pemecahan masalah dengan melakukan.


  1. Teori Belajar

Teori belajar adalah seperangkat konsep dan prinsip yang menjelaskan bagaimana individu dan populasi organisme memperoleh, mengatur, dan menggunakan pengetahuan. Teori ini berfokus pada bagaimana individu menerima informasi dari lingkungannya, menyimpan informasi, memanipulasi informasi, dan bertindak sesuai dengan informasi yang telah disimpan. Teori belajar meliputi berbagai konsep seperti kondisioning, pembelajaran asosiatif, model pembelajaran, pembelajaran kognitif, dan banyak lagi. Teori ini dapat digunakan untuk memahami bagaimana individu menyesuaikan diri dengan lingkungannya dan bagaimana mereka mengembangkan kemampuan untuk menyelesaikan masalah.

Teori belajar juga dapat didefinisikan sebagai kerangka abstrak yang menggambarkan bagaimana pengetahuan diterima dan diproses selama pengalaman belajar.  Teori belajar menjelaskan bagaimana siswa memperoleh, memproses, dan mempertahankan pengetahuan mereka selama belajar. Pengaruh kognitif, emosional, dan lingkungan, serta pengalaman sebelumnya, semua berperan dalam bagaimana pemahaman, atau pandangan dunia, diperoleh atau diubah dan pengetahuan dan keterampilan dipertahankan. Teori belajar penting karena memungkinkan guru untuk memahami bagaimana siswa mereka belajar.  Melalui penggunaan metode pembelajaran yang berbeda, guru dapat mengembangkan strategi pembelajaran yang lebih komprehensif dan membantu siswa menemukan kesuksesan dalam pendidikan. Terdapat empat macam teori belajar, diantaranya adalah : teori belajar behavioristik, teori belajar kognitif, humanistik dan teori belajar konstruktivistik. (Wibowo, 2020)

  1. Teori Belajar Behavioristik

Behaviorisme merupakan aliran perilaku dalam psikologi yang berpijak bahwa segala sesuatu yang peserta didik lakukan termasuk yang menanggapi, dipikirkan, atau dirasakan dianggap sebagai perilaku yang tampak. Teori behavioristik memiliki pemahaman bahwa belajar adalah suatu perubahan dari tingkah laku peserta didik dalam hal kecakapannya untuk berperilaku dengan cara yang baru akibat adanya interaksi antara stimulus (rangsangan) dan respon (tanggapan). Dalam hal ini, seseorang akan dianggap telah belajar sesuatu apabila ia sudah dapat menunjukkan perubahan tingkah lakunya (Herpratiwi, 2016).

Menurut teori behavioristik, input yang berupa stimulus dan output yang berupa respon merupakan sesuatu yang paling penting karena dapat diamati. Dengan kata lain, segala sesuatu yang terjadi di antara stimulus dan respon dianggap tidak penting untuk diperhatikan karena tidak dapat diamati dan tidak dapat diukur. Pada teori ini, guru memberikan stimulus yang dapat berwujud materi pelajaran, latihan soal, motivasi, pujian, atau hukuman, maka apa yang dihasilkan oleh peserta didik dianggap suatu respon. Pemberian stimulus dengan frekuensi yang tinggi maka akan mempererat hubungan antara stimulus dan respon, sehingga hubungan tersebut akan menyebabkan kondisi peserta didik yang memiliki kebiasaan yang otomatis untuk belajar (Herliani dkk., 2021).

Teori belajar behavioristik ini sangat menekankan pada hasil belajar, karena adanya hasil belajar dianggap sebagai respon konkret yang dapat diamati dan diukur. Pada teori belajar behavioristik ini, guru memiliki peran sebagai seseorang yang bersikap otoriter dan sebagai agen propaganda dan juga sebagai pengendali input stimulus perilaku peserta didik. Adanya anggapan tersebut terjadi karena teori belajar behavioristik menganggap bahwa peserta didik bersifat pasif dan segala sesuatu yang menjadi responnya tergantung pada stimulus yang didapatkan dari seorang guru (Nahar, 2016).

  1. Teori Belajar Kognitif

Teori belajar kognitivisme lebih mementingkan proses belajar dari pada hasil belajar itu sendiri. Teori belajar kognitivisme ini lebih memberi perhatian daripada peristiwa-peristiwa internal. Belajar disini tidak hanya diartikan sebagai keterlibatan hubungan antara stimulus dan respon sebagaimana dalam teori behaviorisme, tetapi belajar melibatkan proses berpikir yang sangat kompleks (Nugroho, 2015: 290).

Teori belajar kognitif berbeda dengan teori belajar behavioristik, teori belajar kognitif lebih mementingkan proses belajar daripada hasil belajarnya (Bahruddin, dkk. 2012: 87). Para pengikut paham aliran kognitif menyatakan bahwa belajar tidak sekedar melibatkan hubungan antara stimulus dan respon. Teori ini berbeda dengan teori belajar behavioristik yang proses belajarnya hanya sebatas hubungan stimulus respon, namun teori ini merupakan bentuk teori belajar yang berbentuk perseptual. Para penganut paham aliran teori belajar kognitif mengatakan bahwa tingkah laku seseorang bisa ditentukan oleh persepsi serta pemahamannya tentang kondisi yang berhubungan dengan tujuan belajarnya (Nurhadi, 2018: 7; Baharuddin, 2015: 167).

  1. Teori Belajar Sosial/Humanistik

Teori ini tentang mengamati orang lain dan menirunya. Menurut Bandura, orang belajar banyak melalui peniruan, bahkan tanpa adanya penguat (reinforcement). Dalam kehidupan sehari-hari biasanya siswa akan memiliki model yang akan mereka amati dan menyebabkan adanya peniruan tingkah laku. Proses belajar sejenis ini disebut sebagai “obsevaational learning” atau belajar dengan mengamati. Selama jalannya Observational learning ini, seseorang akan mencoba melakukan tingkah laku yang diamatinya yang akan berfungsi sebagai sumber informasi bagi  seseorang mengenai tingkah laku mereka.

Dapat disimpulkan, teori belajar sosial ini menjelaskan terjadinya perkembangan kepribadian seseorang melalui proses pengamatan, yang mana dapat dengan mengamati perilaku orang lain yang dianggap memiliki kelebihan atau memiliki nilai lebih dibanding orang lainnya. Terdapat istilah modelling dalam teori belajar sosial, yang mana modelling ini bukan semata peniruan atau mengulangi apa yang dilakukan model tersebut tetapi modelling ini adalah memodifikasi tingkah laku yang teramati agar sesuai dengan kebutuhannya, menggeneralisir berbagai pengamatan yang akan melibatkan proses kognitif.

  1. Teori Belajar Konstruktivistik

Teori Konstruktivistik dikatakan juga sebagai konstruktivisme. Konstruktivisme berasal dari kata konstruktif dan isme, kata “konstruktif” disini dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia berarti membina, memperbaiki, membangun. Sedangkan kata “isme” dari bahasa Yunani -ismos, Latin -ismus, Prancis Kuno -isme, dan Inggris -ism yang berarti suatu paham, ajaran, atau kepercayaan. Oleh karena itu, Konstruktivistik merupakan salah satu landasan filsafat dalam pembelajaran yang berpandangan bahwa pengetahuan yang kita miliki adalah hasil dari pengalaman diri sendiri (Putri, 2013). Teori konstruktivisme mengutamakan peningkatan perkembangan nalar atau logika dan konseptual belajar.

Menurut Hamid, dkk (2019, 103-104) teori konstruktivisme diartikan sebagai pembelajaran yang bersifat generatif yang menciptakan suatu makna dari apa yang dipelajari. Dalam pendekatan teori konstruktivisme ada beberapa konsep utama. Pertama pengetahuan yang diterima peserta didik tidak di dapat secara pasif melainkan peserta didik harus bersifat aktif berdasarkan struktur kognitif peserta didik. Kedua, fungsi kognisi bersifat adaptif dan membantu pengembangan pembelajaran melalui pengalaman nyata yang dimiliki oleh peserta didik (Wheatley, 1991:12). Suparlan (2019:81) mengatakan bahwa seseorang akan lebih mudah mempelajari sesuatu apabila didasari pada pengalaman pribadi.

Konstruktivisme merupakan salah satu aliran yang sejalan dengan teori belajar kognitif. Tujuan pengguna pendekatan Konstruktivisme dalam pembelajaran adalah untuk membantu meningkatkan pemahaman siswa. Konstruktivisme mempunyai hubungan yang erat dengan metode discovery learning  atau yang dikenal dengan pembelajaran penemuan dan metode meaningful learning atau belajar bermakna. Kedua metode pembelajaran dalam konteks teori belajar kognitif. (Mustafa & Roesdiyanto, 2021).


  1. Masalah Belajar dan Dampaknya

Masalah belajar adalah suatu kondisi tertentu yang dialami oleh siswa dan menghambat kelancaran proses yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan dalam belajar. Masalah belajar ini dapat mengganggu pengembangan keterampilan seseorang dan juga dapat mempengaruhi memori, kemampuan untuk fokus, dan keterampilan bersosialisasi. Seorang anak atau orang dewasa dengan masalah belajar mungkin memerlukan waktu tambahan untuk menyelesaikan tugas di sekolah dan seringkali dapat sangat lambat dalam proses belajarnya (Herliani dkk, 2021)

Masalah yang mungkin muncul dalam suatu proses pembelajaran, antara lain proses pembelajaran dirasakan kurang memberikan ruang gerak yang bebas bagi siswa untuk berkreasi, bereksperimentasi dan mengembangkan kemampuannya sendiri dan dampaknya adalah kegiatan belajar menjadi membosankan dan kurang menyenangkan bagi siswa karena guru sebagai sentral, bersikap otoriter, komunikasi berlangsung satu arah, guru melatih dan menentukan apa yang harus dipelajari siswa sehingga kurang. 

Masalah belajar juga dapat didefinisikan sebagai ketidakmampuan belajar (learning disability), dimana kondisi neurologis yang mempengaruhi kemampuan otak untuk mengirim, menerima, dan memproses informasi (Diana, 2022). Seorang anak dengan ketidakmampuan belajar mungkin mengalami kesulitan dalam membaca, menulis, berbicara, mendengarkan, memahami konsep matematika, dan dengan pemahaman umum. Ketidakmampuan belajar juga termasuk sekelompok gangguan seperti disleksia, dispraksia, diskalkulia, dan disgrafia. Keempat jenis gangguan ketidakmampuan belajar ini bukanlah disebabkan oleh gangguan primer pada penglihatan, pendengaran, cacat motorik, kecacatan mental, gangguan emosional atau akibat dari lingkungan, tetapi biasanya disebabkan adanya hambatan dalam otot-otot syaraf (neurologis).


  1. Faktor Penyebab Terjadinya Masalah Belajar

Seringkali sulit bagi orang tua untuk melihat anak mereka berjuang untuk belajar matematika, menulis, atau membaca, keterampilan mendasar yang menjadi landasan pembelajaran lainnya. Otak setiap orang unik sampai ke cara menerima dan memproses informasi. Perbedaan ini dapat menjelaskan mengapa beberapa anak memiliki ketidakmampuan belajar. Di luar itu, dapat dijelaskan mengapa tidak ada dua anak yang memiliki ketidakmampuan belajar yang sama. Bahkan di antara mereka ada yang menderita disleksia misalnya, tantangan dan kesulitan yang dihadapinya pasti berbeda. Meskipun masih belum ada jawaban yang pasti, tetapi para peneliti telah mengidentifikasi beberapa kemungkinan penyebab atau faktor yang berkontribusi terhadap perkembangan ketidakmampuan belajar yang menyebabkan masalah belajar. Faktor penyebab terjadinya masalah belajar terbagi menjadi dua yaitu dalam faktor internal dan eksternal.

  1. Faktor Internal

Faktor internal penyebab terjadinya masalah belajar merupakan faktor penyebab masalah belajar yang muncul dari dalam diri individu, contohnya adalah berasal dari karakteristik siswa, sikap siswa dalam belajar, motivasi belajar dari dalam diri, konsentrasi belajar, rasa percaya diri, atau adanya gangguan fungsi tubuh. Faktor internal yang dialami oleh siswa yang berpengaruh pada proses belajar sebagai berikut : 

  1. Minat

Minat berperan penting dalam proses belajar karena merupakan kecenderungan dalam menentukan sikap untuk melakukan sesuatu. Dengan minat yang tinggi peserta didik akan merasa tidak terbebani dalam belajar, sehingga dalam proses belajar peserta didik akan menjalankan kewajibannya dengan baik. 

  1. Motivasi dari dalam diri

Motivasi menjelaskan apa yang membuat orang melakukan sesuatu, membuat mereka tetap melakukannya, dan membantu mereka dalam menyelesaikan tugas-tugas. Motivasi adalah proses yang memberi semangat, arah, dan kegigihan perilaku. Perilaku disini adalah perilaku yang memiliki motivasi dan perilaku yang penuh energi, terarah, dan bertahan lama. Dalam proses belajar, motivasi dapat dikatakan sebagai keseluruhan daya penggerak yang ada di dalam diri siswa yang menimbulkan kegiatan belajar, yang menjamin keberlangsungan kegiatan belajar dan memberikan arah pada kegiatan belajar, sehingga tujuan yang dikehendaki oleh subjek belajar itu dapat tercapai.

  1. Perhatian diri dalam belajar

Perhatian merupakan melihat dan mendengar dengan baik maupun teliti terhadap sesuatu hal. “Dalam kegiatan kegiatan belajar siswa harus memperhatikan, mendengarkan dan mengerjakan bahan ajar yang diberikan oleh guru”. Untuk mendapatkan hasil belajar yang baik, maka sebagai seorang peserta didik harus mempunyai perhatian terhadap materi dan bahan ajar yang diberikan oleh guru.

  1. Kesiapan siswa dalam belajar

“Kesiapan siswa dalam proses belajar dapat dilihat ketika siswa dapat turut aktif dalam melaksanakan tugas belajarnya, terlibat dalam pemecahan masalah, serta menerapkan apa yang telah diperolehnya dalam menyelesaikan tugas”. Keberhasilan belajar peserta didik dipengaruhi kesiapan atau ketersediaan peserta didik memberikan respon dalam belajar. Semakin baik kesiapan yang ditunjukan peserta dalam belajar memungkinkan peserta memperoleh prestasi belajar yang baik.

  1. Adanya gangguan fungsi tubuh


  1. Faktor Eksternal

Faktor eksternal merupakan faktor penyebab masalah belajar yang muncul dari lingkungan sekitar contohnya dari guru, keluarga, kurikulum, sarana dan prasarana.  Proses pembelajaran sebagai rekayasa pendidikan guru di sekolah merupakan faktor eksternal belajar. Beberapa faktor eksternal yang melatarbelakangi terjadinya permasalahan dalam belajar adalah sebagai berikut : 

  1. Kurangnya perhatian orang tua

Orang tua adalah pendidikan pertama bagi peserta didik. Mereka menghabiskan banyak waktu di rumah, sehingga jika orang tua mereka tidak memberikan banyak perhatian, hal itu dapat menjadi masalah bagi pencapaian mereka dalam belajar. Orang tua yang kurang memperhatikan anaknya akan menjadi penyebab masalah belajar siswa. Dalam keluarga harus ada hubungan yang baik antara orang tua dan anak. Hubungan yang baik dapat memberikan dukungan yang baik bagi anak, tentunya prestasi siswa akan meningkat (Kurnianingsi, 2018).

  1. Metode dan Media Pembelajaran 

Metode dan media dalam pembelajaran memegang peranan penting dalam pembelajaran karena dapat membangun minat siswa dalam belajar. Metode guru mengajar adalah cara mengajar yang dilakukan guru dalam proses belajar agar peserta didik dapat menerima, memahami dan lebih mengembangkan bahan pelajaran itu. “Dalam komunikasi instruksional yang direkayasa guru merupakan pengelola proses pembelajaran diterapkan sebuah metode yang relevan dengan kebutuhan. Apabila metode mengajar yang digunakan guru tepat, maka peluang memperoleh hasil pembelajaran para siswa yang sesuai dengan harapan pun akan lebih besar”. 

  1.  Fasilitas Sekolah

Sarana pembelajaran meliputi gedung sekolah, ruang belajar, lapangan olahraga, ruang ibadah,dan lain sebagainya. Sarana pembelajaran meliputi buku pelajaran, buku bacaan, alat dan fasilitas laboratorium sekolah, serta berbagai media pengajaran yang lain.  Keadaan kelas serta fasilitas yang baik dan lengkap akan memberikan rasa nyaman untuk peserta didik dalam menerima bahan pelajaran yang diberikan. Jika kelasnya kondusif dan tenang maka akan memudahkan peserta didik berkonsentrasi dalam belajar.

  1. Teman Bergaul 

Faktor ekstern yang mempengaruhi pencapaian belajar yang terakhir yaitu teman bergaul. teman bergaul berpengaruh terhadap diri dan sifat peserta didik dalam proses belajar. Oleh karena itu, agar peserta didik dapat memperoleh hasil belajar yang baik maka perlu diusahakan agar peserta didik memiliki teman bergaul yang baik dan memiliki prestasi belajar yang baik pula


  1. Solusi Penanganan Masalah Belajar Melalui Teori Belajar

Dalam pembelajaran yang berpusat pada guru, siswa sering kali merasa bosan dan ilmu yang didapat tidak berkembang. Melalui pembelajaran dengan model ini juga tidak dapat mengembangkan kreativitas siswa, siswa akan pasif di kelas karena ketika pembelajaran berlangsung guru memegang kendali penuh dalam pembelajaran sebagai pemberi informasi utama. 

Sedangkan pada era sekarang ini dalam pembelajaran siswa dituntut untuk aktif dikelas. Melalui keterlibatan aktif, siswa dapat belajar secara benar dan efektif, serta mencapai hasil belajar yang optimal. Sebab itu harus selalu diusahakan agar seluruh siswa terlibat secara aktif dalam pembelajaran sehingga mereka dapat mencapai tujuan pembelajaran secara optimal. Sehingga pada model pembelajaran yang berpusat pada guru atau teacher centered learning ini dirasa kurang efektif untuk menggali potensi siswa.

Oleh sebab itu pembelajaran yang semula berpusat pada guru, kini dapat diubah menjadi student center dimana siswa dapat terlibat aktif dalam pembelajaran sehingga pembelajaran menjadi lebih menyenangkan, serta siswa dapat lebih memahami konsep konsep yang diberikan. Pembelajaran yang bersifat student center ini merupakan pengembangan dari teori belajar konstruktivistik.  

Kelebihan menggunakan Teori Belajar Konstruktivisme dalam pembelajaran yang berpusat pada siswa adalah Melatih siswa supaya menjadi pribadi yang mandiri dan mampu memecahkan masalah. Selain itu dapat menciptakan kreativitas dalam belajar sehingga tercipta suasana kelas yang lebih nyaman dan kreatif. 

Konstruktivisme merupakan model pembelajaran mutakhir yang mengedepankan aktivitas siswa dalam setiap interaksi ekukatif untuk dapat melakukan eksplorasi dan menemukan pengetahuannya sendiri. Guru berperan sebagai fasilitator dan moderator pembelajaran. Konstruktivisme menuntut siswa mengerti dan membangun sistem berpikirnya sendiri (otonom). Disini guru perlu memilih hal-hal yang perlu dilakukan guna mengarahkan siswa agar aktif membangun pengetahuannya sendiri.






















BAB II

PERMASALAHAN KONTEKSTUAL DAN SOLUSINYA


  1. Permasalahan Kontekstual

Sumber : https://www.kompasiana.com/sulastri63036/639372824addee672742b772/pentingnya-menumbuhkan-motivasi-belajar-siswa-dalam-meningkatkan-minat-dan-hasil-belajar 


Dalam artikel ini membahas permasalahan mengenai pentingnya motivasi belajar pada siswa. Di awal tahun 2020, dunia dihebohkan dengan munculnya virus penyebab COVID-19. Wabah virus ini telah melumpuhkan hampir semua kegiatan di segala bidang, terutama bidang pendidikan. Akibat pandemi ini, pemerintah mengeluarkan surat edaran no. Mendikbud April 2020 merekomendasikan agar semua kegiatan di lembaga pendidikan menjaga jarak fisik atau pembelajaran berlangsung di rumah masing-masing (online/daring). Dengan adanya surat edaran ini, guru harus mencari cara agar proses belajar mengajar tetap berjalan dengan baik meskipun banyak kendala di lapangan seperti kondisi siswa tidak memiliki alat bantu teknologi (alat listrik), handphone) dll. Proses pembelajaran jarak jauh (online/daring) yang berlangsung hampir 2 tahun menimbulkan masalah baru yaitu minat belajar siswa menurun karena terlalu lama terbiasa dengan pembelajaran daring. Siswa sudah merasa nyaman tidak terbebani saat datang ke sekolah, sehingga banyak bentuk pembelajaran daring yang dikatakan kurang memotivasi siswa dengan meningkatkan minat belajar dan merespon hasil belajar. Agar pembelajaran siswa dapat maksimal, maka siswa harus dimotivasi untuk meningkatkan minat belajarnya sehingga hasilnya sesuai dengan harapan.


  1. Solusi Penyelesaian Permasalahan Kontekstual yang Sudah Ada

Adapun solusi yang ditawarkan pada artikel untuk menyelesaikan permasalahan di atas, yaitu dalam kegiatan pembelajaran tentunya harus ada motivasi yang dapat mendorong peserta didik. “Motivasi adalah syarat penting untuk belajar.” Hasil belajar akan optimal jika dimotivasi. Semakin sesuai motivasi maka akan semakin berhasil pembelajarannya, sehingga motivasi selalu menentukan intensitas usaha belajar siswa. Motivasi muncul terkait dengan adanya suatu tujuan, yang pada akhirnya mempengaruhi kinerja. Dalam semua motivasi belajar, motivasi internal dan motivasi ekstrinsik memegang peranan yang sangat penting. Dengan motivasi tersebut, siswa dapat mengembangkan kegiatan dan prakarsa yang dapat membimbing dan memelihara ketekunan dalam melakukan kegiatan belajar. Ada banyak cara dan cara untuk mempromosikan pembelajaran di sekolah, diantaranya:

  1. Berikan hadiah.

  2. Berikan nilai. Biasanya raport yang tinggi menjadi harapan setiap anak, sehingga mereka akan selalu berusaha untuk didorong atau dimotivasi untuk giat belajar agar mendapatkan nilai yang bagus atau baik.

  3. Berikan pujian.

  4. Berikan hukuman. Hukuman adalah penguatan negatif, tetapi jika diberikan pada waktu yang tepat dan untuk tujuan yang tepat, hukuman dapat menjadi alat motivasi.

  5. Menumbuhkan minat. Motivasi berasal dari kebutuhan dan juga minat, maka sudah sepantasnya hobi menjadi salah satu alat motivasi utama.

Ketika siswa memiliki motivasi, siswa akan belajar mencapai tujuan dan sasarannya karena percaya dan sadar mengenai urgensi dan manfaat belajar. Oleh karena itu, jika siswa memiliki motivasi belajar yang baik maka hasil belajarnya juga akan baik. Motivasi merupakan faktor fundamental dalam pembelajaran yang memiliki fungsi menciptakan, memperkuat dan memotivasi tindakan (minat) dalam belajar.


  1. Solusi Novelty yang Ditawarkan

Beberapa anak akan menghadapi dengan baik pembatasan dan penutupan sekolah yang disebabkan oleh pandemi COVID-19. Bagi yang lain, sulit untuk mengatasi semua perubahan dan ketidakpastian. Beberapa anak akan kembali ke sekolah setelah mengalami beberapa tingkat stres, kecemasan, keterasingan, dan kesedihan. Guru dan personel sekolah sangat penting dalam mendukung transisi anak-anak kembali ke pembelajaran tatap muka di kelas, terutama setelah penutupan sekolah dalam waktu yang lama. Selain terus menggunakan berbagai keterampilan yang telah digunakan guru untuk memastikan pembelajaran dan kesejahteraan emosional siswa mereka selama sekolah ditutup, berikut ini beberapa solusi novelty yang ditawarkan untuk mengatasi permasalahan tersebut :

  1. Mendengarkan kekhawatiran siswa

COVID-19 dan penutupan sekolah berdampak pada kesehatan mental dan kesejahteraan banyak anak dan remaja. Sebagai guru, adalah penting untuk mendengarkan kekhawatiran siswa dan menunjukkan pemahaman serta empati. Tawarkan kepada siswa untuk melakukan percakapan empat mata dengan guru untuk terhubung kembali dan mendiskusikan masalah apa pun yang mungkin muncul saat sekolah mereka ditutup. Jika seorang anak berbagi sesuatu yang sangat memprihatinkan, harap ikuti sistem perlindungan atau perlindungan anak yang ada.

  1. Mendorong metode belajar dengan permainan atau olahraga untuk meningkatkan interaksi antar siswa. Guru perlu memastikan bahawa ketika anak-anak kembali ke sekolah mereka memiliki banyak kesempatan untuk bersosialisasi, bermain dan berinteraksi dengan teman sebaya yang sudah lama mereka lewatkan, sejalan dengan protokol keamanan sekolah. 

  2. Guru memberikan arahan yang sangat jelas dan memastikan bahwa informasi dipahami dengan baik saat kelas online diterapkan. Pentingnya memberikan arahan yang jelas dan informasi yang detail kepada siswa seharusnya mengikuti kelas online, melakukan klaim kehadiran, menyerahkan tugas, dan memastikan tugas yang diserahkan diterima dan lain-lain dapat menghindarkan kebingungan di kalangan siswa, sehingga siswa tidak kehilangan minat mereka dalam belajar.

  3. Ketika kelas daring diterapkan, guru perlu memilih platform pembelajaran yang mudah digunakan untuk berkomunikasi dengan siswa. Memilih media pembelajaran online harus mempertimbangkan banyak hal, tidak hanya bagaimana mereka dapat mengakomodasi tugas yang disiapkan oleh guru dengan sebaik-baiknya, tetapi juga yang paling penting adalah bagaimana media tersebut memungkinkan komunikasi yang dapat diakses antara guru dan siswa. Ketika komunikasi dua arah terfasilitasi dengan baik, partisipasi siswa selama kelas daring dapat optimal.

  4. Ego-involvement

Guru perlu menumbuhkan kesadaran kepada siswa agar merasakan pentingnya tugas dan menerimanya sebagai tantangan meskipun pembelajaran dilakukan secara online, sehingga ia giat belajar, termotivasi untuk aktif saat pembelajaran, menyelesaikan tugasnya secara maksimal, serta dapat bersaing dengan teman sekelasnya dalam hal prestasi.

  1. Guru memberi pengertian bahwa pembelajaran online tidak menjadikan penghambat  siswa untuk tetap aktif dan berani mengungkapkan pendapatnya selama proses pembelajaran seperti halnya pada saat pembelajaran secara offline. Guru dapat memfasilitasi dan mendorong siswa untuk melakukan diskusi secara aktif dan kemudian memberikan penguatan materi dan evaluasi di akhir pembelajaran.

















BAB III

PENUTUP


  1. Kesimpulan

Belajar adalah proses dimana seseorang membelajarkan keterampilan, pemahaman, dan pengetahuan baru. Pembelajaran merupakan bantuan yang diberikan pendidik atau guru agar peserta didik dapat memperoleh informasi berupa ilmu pengetahuan, penguasaan, serta pembentukan sikap dan kepercayaan diri. Dalam proses belajar, gaya belajar merupakan sebuah keunikan yang dimiliki oleh setiap siswa dalam menanggapi pembelajaran yang diterimanya. Gaya belajar dapat diklasifikasikan menjadi tiga macam, yaitu gaya belajar visual, auditori, dan kinestetik. Dalam proses belajar juga menggunakan teori belajar sebagai kerangka abstrak yang menggambarkan bagaimana pengetahuan diterima dan diproses selama pengalaman belajar. Teori belajar terbagi menjadi empat, yaitu teori belajar behavioristik, teori belajar kognitif, humanistik dan teori belajar konstruktivistik.

Masalah belajar adalah suatu kondisi tertentu yang dialami oleh siswa dan menghambat kelancaran proses yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan dalam belajar. Faktor internal yang menyebabkan masalah belajar adalah karakteristik siswa, sikap siswa dalam belajar, motivasi belajar dari dalam diri, konsentrasi belajar, rasa percaya diri, atau adanya gangguan fungsi tubuh. Faktor ekternal yang menyebabkan masalah belajar adalah guru, keluarga, kurikulum, sarana dan prasarana dalam proses belajar.

  1. Saran

Dari ulasan materi dan permasalahan kontekstual serta solusinya diharapkan makalah ini dapat menambah wawasan dan juga pengetahuan mengenai teori belajar. Selain itu kita sebagai calon pendidik seharusnya bersiap untuk mendidik para peserta didik kita dengan baik dan dengan metode serta teori yang tepat sehingga proses belajar mengajar berjalan dengan baik.





DAFTAR RUJUKAN


Diana, M. (2022). Model I-Teach (Inclusive Teaching) Bagi Guru PAUD. Jakarta : Penerbit Kencana.

Herliani, Didimus Tanah Boleng dan Elsye Theodora Maasawet. 2021. Teori Belajar dan Pembelajaran. Penerbit Lakeisha. Klaten 

Herpratiwi. (2016). Teori Belajar dan Pembelajaran. Yogyakarta. Media Akademi.

KURNIANINGSI, K. 2018. Analyzing Students’ External Problems in Learning English (A Case Study in Office Administration Study Program at the Second Grade of SMK Muhammadiyah 2 Bontoala Makassar). Skripsi. Doctoral dissertation, UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR.

MAÂ, Siti, et al.. (2018). Telaah Teoritis: Apa Itu Belajar?. HELPER: Jurnal Bimbingan dan Konseling 35.1: 31-46.

MUTIA ZULFI MASFUF’AH. (2020). STRATEGI PEMBELAJARAN HEURISTIK DALAM MENGATASI KESULITAN BELAJAR PESERTA DIDIK DI MIN 7 TULUNGAGUNG. Skripsi. UIN Satu Tulungagung

Nahar, Novi Irawan. (2016). Penerapan Teori Belajar Behavioristik dalam Proses Pembelajaran. Jurnal Nusantara Ilmu Pengetahuan Sosial. Vol. 1 Desember 2016

Pane, Aprida, and Muhammad Darwis Dasopang. (2017). Belajar dan pembelajaran. Fitrah: Jurnal Kajian Ilmu-Ilmu Keislaman 3, no. 2 : 333-352.

Wibowo, Hari. (2020). Pengantar Teori-teori belajar dan Model-model pembelajaran. Puri Cipta Media.

Wilujeng, Sekar, dan Eyus Sudihartinih. (2021). Kemampuan berpikir kritis matematis siswa smp ditinjau dari gaya belajar siswa. Jurnal Pendidikan Matematika Indonesia, 6(2), 53-63.


Komentar